Jakarta - Bandung
Menantikan perjalanan traveling seorang diri dengan berbekal informasi yang simpang siur itu benar-benar sama seperti anak ilang di tengah hutan belantara yang tidak tahu mau kemana. Itu lah yang ku alami, dihari pertama aku menginjakan kaki di kota Bandung.
Sebelum Berpetualang
Jam sudah menunjukan pukul 11.30 PM tetapi ini mata masih belum juga terpejam dengan tenang. Walaupun badan sudah terasa capek dan lelah, mata ini masih belum bisa bekompromi dengan baik. Paksakan diri, akhirnya jatuh tertidur juga sekitar pukul 00.00. Perasaan baru saja neh mata merem-merem bagaimana gitu, eh tahu-tahu sudah terbuka lagi.
Padahal alarm ponsel yang tak seberapa tuh masih belum bunyi, tetapi mata sudah membuka dengan lebar. Ini mata sama badan napa tak ada komprominya ya? Badan masih capek dan lelah tetapi mata 45 kuat dan terang menderang. Alhasil mencapai ponsel blackberry yang sudah ditampal sana-sini, kagak mau ganti cashing karena masih cinta ma yang asli, jam menunjukan masih PUKUL 3.00 AM saudara-saudari. Bisakah dikau bayangkan, ini mata masih belum mau juga dinina bobokan kembali. Dasar kampret!!! Kagak mau nurut sama majikan, bujuile, apa hendak dikata. Majikannya ngalah ma mata. Sehingga pikiran terbang kemana-mana hingga berakhir chating dengan guardian angel.
Pukul 04.00 waktu setempat Jakarta Timur, tepatnya di matraman, aku memutuskan mandi saja dah daripada berusaha tertidur malah kebabblasan, bisa berabe, gatot (gagal total) semua rencana untuk berpetualang ala Citra Pandiangan, ceile…. Mandi sambil melamun, karena badan masih pegel semua (baca capek banget bro), jadilah mandi-mandi yang bersih, guyur badan pakai air, masa pakai pasir, gak lepel donk.
Sudah siap semua, jam menunjukan pukul 05.00, setelah mempersiapkan segala sesuatunya, bedak, deodorant, lip gloss, body lotion. Langsung deh capcus. Berangkat dari rumah sekitar pukul 05.00, dengan pertimbangan “Kali ini, aku kagak mau naik taksi ke stasiun Gambir, mau naik angkot (Angkutan Kota) atau busway.” Dari rumah niatannya naik busway, eh tetapi kaki malah melangkah turun dari jembatan busway yang tidak seberapa tingginya, sambil menggotong koper warna kuning ngejreng dengan kekuatan yang tiada bandingnya, (batre want to die). Tergopong-gopong berhasil juga melalui rintangan, turun naik tangga penyebrangan dengan selamat.
Nunggu-nunggu angkot 502, setiap lewat penuh semua. Ini sudah siang kah? Masa subuh aja neh angkot jurusan Kampung Melayu – Tanah Abang kagak ada sepi-sepinya, busyet dah. Finally, yang dinanti pun datang. Lumayan ada beberapa bangku kosong. Jadi deh, daku bisa duduk dengan leha, niatan hati begitu. Yang ada neh koper jalan sendiri waktu aku hendak ngambil recehan tuk bayar angkot, ampun dah ai, bikin kikuk aja. Singkat cerita, sampailah daku di stasiun Gambir dengan selamat dan tidak kekurangan sesuatu apapun, amen.
Ngopi-Ngopi, Makan Fast Food
Akhirnya neh mata lelah juga, usahakan mata tetap gemilang. Cari kenikmatan dan sensasi luar biasa dari kopi rasa hastel di supermarket terdekat. Ah, nikmatnya saat aku menuangkan air panas ke dalam gelas kopi yang sudah ditambahkan syrup hasel. Cari tempat duduk, yup dapat!! Duduk ditengah, karena tuh bangku yang satu-satunya kosong. Kanan-Kiri telah terisi, ya sudah lah dari pada kagak dapat. Bodoh amat dah, amat aja kagak peduli.
Neh tas ransel kegedean banget, waktu mau duduk, eh bangkunya jadi turun sendiri. Bangkunya kira badan aku segede gentong kali ya. Ya tak apa benarkan posisi, lalu duduk dah. Hirup aroma kopi, ah segar, enak bingo gitu kata-kata sinetron yang suka memberikan masukan tambahan bahasa alay pada kita semua.
Duduk termenung nikmatin secangkir kopi, eh tiba-tiba saudara-saudara, Pria muda yang duduk disebelah kananku memutar music eh lagu patah hati dan menyanyi dengan riang gembira tanpa menggunakan earphone, mungkin terposa melihat wajah kantukku yang tiba-tiba segar bugar setelah menyeruput habiz tuh kopi. Untung saja, gelasnya juga kagak di sedot tuntas karena hausnya.
Duh pria disebelahku semakin menjadi-jadi nyanyinya. Untung-untung suara seperti pasya ungu atau ari laso kagak papa enak didengar, neh suara kemana-mana larinya. Ya sudahlah aku putusin aja melanjutkan niat tujuan awal datang ke stasiun Gambir.
Niat datang awal ke stasiun Gambir sebenarnya ada misi, ingin mengambil foto menara jam di station Gambir. Nyatanya sudah berubah, menara jam berganti menjadi televisi empat arah yang menunjukan lokasi dan keberangkatan kereta api dari Statiun Gambir. Nelen ludah kecewa. Lirik ponsel, masih jam 06.20 WIB. Print tiket dulu, sekarang sistemnya sudah enak, praktis. Tinggal masukan kode booking. Langsung deh tiket ter print kagak perlu ngantri tuk dapatkan tiket.
Tiket sudah ditangan, celingak-celinguk lihat bangku kosong tetapi orang-orangnya kagak serem. Alhasil di dekat menara jam eh menara TV aja deh gantinya menara jam, duduk seorang biarawati dan seorang pria. Kebetulan bangku posisi kanannya kosong. Jadilah, diriku duduk disitu dengan manis dan mendengarkan bisikan-bisikan ups maksudnya cerita-cerita biarawati dan pria berkumis tersebut.
“Kalau naik kereta, itu tidak perlu digembok tasnya,” ujar pria berkumis.
“Kenapa,” Tanya ibu biarawati itu.
“Karena kan tasnya kita langsung bawa. Tidak dititipkan dibagasi pesawat.” Tiba-tiba pria itu kembali bersuara, “Kalau di pesawat semuanya wajib digembok. Biar tidak ada orang yang berbuat jahat memasukan sabu atau benda terlarang di dalam tas kita.”
Gubrak, akhuy hampir terjatuh tersungkur (baca bohong). Aku hanya terpana mendengar perkataan bapak tersebut. Jelas-jelas kalau hal itu mungkin tidak pernah terjadi, tetapi kalau barang hilang di dalam bagasi karena tas or koper kita tidak dikunci, itu jelas terjadi. Ah pikiranku kembali ke bulan Agustus lalu (2014), waktu itu aku liburan ke Bali hendak kembali ke Jakarta, karena lelahnya mengelilingi Ubud dengan berjalan kaki. Badan pegel semua, jadinya tas ransel yang biasanya aku bawa ke dalam pesawat aku titipkan saja ke bagasi pesawat. Aku lupa mengambil jam pemberian kakak dari Maldives.
Alhasil tebakan aku benar 100 persen!!!! Jam itu hilang, untungnya Cuma jam itu saja yang hilang. Tetap saja aku kecewa, karena sejak jam itu hilang, aku belum punya jam tangan lagi. Sungguh terlalu. Boring menunggu di luar, aku tanyakan ke petugas boleh masuk kagak? “KAGAK BOLEH,” katanya dengan tegas, “Satu jam sebelum keberangkatan baru diizinkan masuk!” Ih tega, berarti masih 120 menit lagi. Aku juga sudah bored duduk, lapar juga she neh perut. Liat kanan-kiri, yang ada di dekat pintu pemeriksaan statsiun Cuma fast food. Ah fast food pun jadilah, pikirku.
Ngantri dengan menenteng tas ransel dan suitcase yang entah kenapa tuh roda kagak mau kompromi, maunya diseret dari belakang. Kagak mau jalan disamping gadis yang cantik jelita ini, kampret juga neh koper. Ih, ternyata pikiranku tuk sarapan di fast food juga ketebak sama beberapa orang. Pasalnya dari tadi, tuh fast food sepi kagak ada yang makan. Giliran aku mau makan aja, yang ikutan ngantri banyak. Untungnya kasirnya dibuka dua, jadi pelayanannya cepat.
Makan ditemanin lalat itu palinggggggggggggggggg menyebalkan sedunia. Tapi apa daya, semua bangku penuh dan lalat pun turut bersorak bergembira berputar-putar di mejaku. Sudah di hus-hus (baca usir) tetap saja balik lagi di dekat meja. Hasilnya, makan sambil dongkol sama dengan perut kagak terasa kenyang. Ups, ups, ups, kagak boleh menyalahkan tuh lalat. Padahal gejala stress. Karena gugup ini kali pertama naik kereta api keluar kota seorang diri. Sudah gitu buta peta Bandung. Karena sekali lagi ini juga kali pertamanya menginjakan kaki seorang diri naik kereta api pula.
Finally, makanan habis jam juga sudah menunjukan aku boleh beranjak naik keatas eh ke ruang selanjutnya menunggu kedatangan kereta api dari Bandung yang akan membawaku ke kota kembang itu. Sungguh mengharukan, rasa nak nangis aja neh mata. Karena dipaksakan untuk terbuka lebar.
Sesekali kepalaku terjatuh tanpa sadar, karena kantuk yang luar biasa. Sehingga suara pria yang berkumandang kereta api tujuan Jakarta-Bandung berada di line 1 tetapi untuk keberangkatan jam 07.20 yang mengalami keterlambatan proses. Eh, ternyata bukan kereta gw. Ya, sabar menanti. Akhirnya kereta pun datang juga. Duduk digerbong eksekutif memang menyenangkan. Apalagi ini kali pertama aku berpergian seorang diri dengan kereta api antar kota. Seru pastinya, begitulah apa yang aku pikirkan.
bersambung
0 Response to "Kisah Perjalanan Part 1"
Post a Comment